Minggu, 19 November 2017

POLITIK IDENTITAS CINTA



Pebriyaldi, SH.I, MH
“Bagi perjuangan kita, hanya ada dua jalan, Musuh yang melewati bangkai kita, atau kita yang melewati bangkai mereka” -Adolf Hitler-. 107 tahun yang silam seorang revolusioner Jerman Adolf Hitler mengutarakan perjuangannya demi sebuah identitas politik yang tumbuh dari kegelisahan dan kepahitan hidup, pada akhirnya melahirkan benih-benih keyakinan politik, namun ungkapan seorang Adolf Hitler diatas jika ditransformasikan pada zaman sekarang akan sedikit menggelitik identitas cinta politik atau politik identitas cinta anak zaman now.

Dialektika lokal zaman now mengigatkan akan sebuah perjuangan pada identitas politik seorang Karl Marx pada perjuangan kaum buruh, Tan Malaka disaat mendesak Soekarno untuk merdeka 100% bahkan Bung Hatta berani menolak keinginan Soekarno dan berhenti mendampinginya sebagai wakil presiden demi sebuah identitas politik, begitu juga dengan banyak tokoh-tokoh terkemuka lainnya.

Identitas politik cinta terdiri dari rangkaian tiga kata yaitu identitas adalah refleksi diri sendiri dan persepsi orang lain, Politik adalah seni untuk meraih sesuatu dan Cinta adalah emosi dari kasih sayang yang kuat. Jika digabungkan kata-kata tersebut akan memberikan arti refleksi pada setiap individu dengan memainkan sebuah seni diri untuk mencapai sesuatu yang diiringi dengan emosi kasih sayang yang kuat, intinya bahwa kekuatan ideologi seseorang individu akan menggambarkan sebuah identitas pribadi yang tidak akan terpepengaruh oleh apapun dan berani memainkan banyak nada demi tujuan yang dicita-citakan.

Mencari sebuah identitas politik diawali dengan refresentatif identitas diri yang dibangun dari sebuah perjalanan hidup dan khazanah ilmu pengetahuan, kekuatan identitas diri akan menjadi pondasi kuat dari sebuah identitas politik, hal ini yang menjadi kekuatan untuk sebuah yang dicita-citakan. Proses sebuah cita-cita tidak akan mulus untuk dijalani karena begitu banyak rintangan dan tantangan namun biasanya pada sebuah proses peradapan dari masa kemasa sebuah rintangan dan tantangan tidak akan meruntuhkan sebuah perjuangan dan benteng pertahanan.

Musuh besar proses sebuah cita-cita adalah dari dalam diri individu seseorang, sangat banyak contoh pristiwa dan perjuangan yang hancur karena sebuah identitas tidak terpertahankan dengan baik seperti pristiwa perang uhud yang pada saat itu kemenangan sudah ditangan umat Islam tetapi dengan tergiur rampasan perang pada akhirnya umat Islam dipukul mundur hingga wajah Rasulullah terluka dan gerahamnya patah, begitu juga runtuhnya peradapan besar Turki Usmani.

Sebagai penutup tulisan singkat ini untuk sebuah cita-cita yang diperjuangkan dengan identitas politik cinta saya teringat dengan pesan Sutan Sahrir “Hidup Kalau Tidak Diperjuangkan Tidak Akan Dimenangkan”.

Wallahu’alam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar