Selasa, 26 Agustus 2014

FRA: Optimalkan Alokasi Satu desa Satu Milyar [Jangan Sampai Berurusan dengan KPK]


FRA berpose di sela kesibukannya menjadi jurnalis
“Persoalannya tinggal lagi sejauh mana semua pihak yang terlibat langsung dalam persoalan tersebut mampu memanfaatkan peluang yang ada, yang sebesar-besanya diabdikan untuk kemajuan daerah dan upaya mensejahterakan masyarakat.”


DIRENCANAKAN pada 2015 UU tentang Desa mulai diterapkan, yang implikasinya antara lain setiap desa di Indonesia akan mendapat alokasi anggaran Rp1 miliar/lebih per tahun yang sumber dananya diambilkan dari APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara).

Kebijakan tersebut merupakan sebuah peluang besar bagi nagari-nagari di Sumatera Barat (Sumbar)–terutama di Kabupaten Sijunjung, untuk membangun daerah, dan meningkatkan pemerataan pembangunan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Sebuah rambu-rambu agar seluruh wali nagari dan aparatnya di Sijunjung diberi bekal yang cukup dan matang dalam bidang pengelolaan keuangan, terutama dimaksudkan agar jangan sampai ada wali nagari dan aparatnya di Sijunjung yang berurusan dengan aparat penegak hukum lantaran kekeliruan dalam pengelolaan anggaran nagari.

“Dalam konteks persoalan seperti ini, peran Pemkab Sijunjung sangat diharapkan,” kata FRA salah seorang tokoh muda perantaun masyarakat Sijunjung di Pekanbaru Riau, yang akrab dengan sebutan Fadhlur. Ia menyarankan bahwa sebelum dana tersebut dialokasikan ke masing-masing nagari, para wali nagari dan aparatnya harus diberi bekal yang cukup tentang tata laksana pengelolaan keuangan yang sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.

Diakui Fadhlur, belakangan ini jajaran pemerintahan nagari di Sijunjung sebagian sudah ditempati oleh tokoh muda dengan bekal ilmu akademis yang cukup, termasuk juga jajaran aparat nagari. “Tapi saya pikir itu belum cukup,” katanya. “Para wali nagari dan aparatnya seyogianya mendapat bekal tambahan tentang tata cara pengelolaan keuangan yang sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku,” sarannya.

Sebab, menurutnya, kalau tidak diberi bekal yang cukup tentang tata cara pengelolaan keuangan, ia mencemaskan kalau-kalau nanti ada wali nagari dan aparatnya di Sijunjung yang terpaksa berurusan dengan aparat penegak hukum lantaran ketidakmampuan dalam mengelola keuangan. 

“Boleh jadi niatnya bukan untuk menyimpangkan, tapi kesalahan penatakelolaan juga terkadang bisa berimplikasi secara hukum,” katanya.

Baginya, pentingnya wali nagari dan aparatnya diberi bekal yang cukup tentang penatakelolaan keuangan tidak saja dimaksudkan agar para orang kepercayaan masyarakat itu bisa terlepas dari persoalan hukum. “Kita juga ingin dana yang cukup besar itu memberi manfaat yang luas, baik bagi kepentingan nagari maupun dalam upaya mensejahterakan masyarakat di masing-masing nagari,” terangnya.

“Ini merupakan kesempatan dan peluang yang besar untuk membangun nagari dan masyarakatnya lebih cepat lagi dari sebelumnya,” ia pun menambahkan. Dikatakan, kalaulah selama ini pembangunan nagari-nagari di Sumbar pendanaannya hanya bersumber dari DAUN (dana alokasi umum nagari) dari APBN kabupaten/kota, ditambah bantuan provinsi, UU Desa yang baru memberi peluang untuk terbukanya sumber pendanaan yang cukup besar bagi masing-masing nagari.

“Persoalannya tinggal lagi sejauh mana semua pihak yang terlibat langsung dalam persoalan tersebut mampu memanfaatkan peluang yang ada, yang sebesar-besanya diabdikan kemajuan daerah dan upaya mensejahterakan masyarakat,” katanya. “Jangan sampai ada pula yang berpikir bahwa momen tersebut merupakan peluang untuk memperkaya diri dengan cara-cara yang tidak benar,” tambahnya.(Tim RG)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar