Kamis, 28 Agustus 2014

Zulhendri Hasan, Advokat: Sijunjung Butuh Pemimpin dengan Leadership Kuat



Zulhendri Hasan, SH. MH

Disusun Oleh
(SYF Dt. Panji Alam "Tj Ampalu")

 “Kalau SDM suatu daerah sudah kuat dan kualifaid, maka seberat apapun tantangan pembangunan yang dihadapi diyakini akan bisa dicarikan jalan pemecahan yang terbaik.”

ZULHENDRI Hasan SH MH, pengacara terkemuka di Jakarta asal Kabupaten Sijunjung, menilai kepemimpinan Kabupaten Sijunjung ke depan harus diisi oleh sosok dengan jiwa leadership yang kuat, selain juga menuntut lahirnya sosok pemimpin yang punya relationship yang luas dengan berbagai kalangan.

“Kalau hanya mengandalkan pemimpin konvensional, yang hubungannya hanya sebatas camat dan kepala dinas, saya cemas kondisi Sijunjung tidak akan banyak mengalami perubahan,” kata Zulhendri yang juga Wakil Ketua Bidang HAM DPP Partai Golkar.  “Sebagai anak muda Sijunjung, saya juga punya tanggung jawab moral untuk memberikan sumbangan pemikiran buat kampung halaman,” katanya.

Imposible membangun daerah dengan hanya mengandalkan dana APBD,” katanya. Kendati pun ditopang oleh dana APBD provinsi dan APBN, Zulhendri menilai tetap belum cukup karena begitu banyaknya kebutuhan daerah dan masyarakat. “Makanya, perlu pemimpin yang dengan kepemimpinannya melahirkan energi yang besar merangkul semua pihak untuk kepentingan daerah,” katanya.

Dijelaskan, bagi pemimpin yang visioner ia akan mampu melihat dan mempetakan potensi daerah yang dipimpinnya, lalu dijajakan ke dunia luar yang berimbas dengan masuknya investasi. “Tapi bukan investasi icak-icak seperti yang sering kita saksikan belakangan ini,” katanya. “Investasi yang seperti ini hanya merugikan daerah dan masyarakat.

Disebut icak-icak, kata Zulhendri, lantaran visi dan hubungan kepala daerah dengan dunia luar sangat terbatas, maka begitu melihat orang berdasi yang mungkin saja dengan mobil sewaan dengan mengaku sebagai investor, lalu tanah ulayat berpidah tangan begitu saja lantaran digadaikan si investor icak-icak itu ke lembaga perbankan. “Dalam konteks ini,  sangat diperlukan sosok kepala daerah yang punya hubungan yang luas ke dunia luar,” sebutnya.

Sebab, menurut Zulhendri, kalau seorang kepala daerah tidak  memiliki hubungan yang luas dengan dunia luar, dan kendati memiliki kemampuan lobi, tapi hanya tipe lobi-lobi kampungan yang sarat dengan muatan sogok-mogok, “Saya memastikan masyarakat jangan terlalu berharap dari figur seperti itu akan mampu membawa perubahan yang berarti bagi kepentingan daerah bersangkutan,” katanya.

Yang terpenting lagi, sambung Zulhendri, sosok yang memimpin Sijunjung adalah dari kalangan figur yang memiliki tanggung jawab moral yang besar untuk membangun kampung halamannya, yang mengerahkan segenap daya dan kemampuannya untuk perbaikan Sijunjung. “Sijunjung jangan lagi sampai dipimpin oleh sosok figur yang  asyik-masyuk dengan urusan untuk memenuhi hasrat pribadi dan kelompoknya,” kata Zulhendri.

“Terus terang, secara pribadi saya kurang berempati terhadap mereka-mereka yang kini  memegang peranan penting di Sijunjung,” sambung Zulhendri. Bukan dilatarbelakangi oleh interest pribadi, tapi lebih disebabkan oleh ketidakpedulian para pengambil kebijakan di Sijunjung itu untuk upaya-upaya pembaharuan dan perubahan yang ditawarkan oleh Zulhendri dan orang-orang yang sevisi dengannya.

“Sekali lagi, saya tak punya interest pribadi untuk menawarkan yang terbaik bagi Sijunjung,” katanya. “Sebagai putera daerah, saya memiliki tanggung jawab moral untuk itu.” Zulhendri malah mengatakan, di segi materi-finansial ia sudah merasa lebih dari cukup dengan menjalani karier di rantau orang. “Tapi sebagai putera Sijunjung, saya juga ingin berbuat,” katanya.

Gagal
Pada bagian lain Zulhendri menilai, Kabupaten Sijunjung yang saat ini dipimpin oleh Bupati Yuswir Arifin gagal karena tidak mampu melakukan kaderisasi. “Dalam konteks kaderisasi dan regenerasi, yang kita lihat saat ini adalah stagnasi,” katanya.
Menurut Zulhendri yang menjabat Sebagai Wakil Ketua Bidang HAM DPP Partai Golkar itu, salah satu parameter yang bisa dipakai untuk menilai seorang pemimpin sukses atau gagal adalah sejauh mana sang pemimpin itu mampu melakukan kaderisasi sehingga kelak ketika masa jabatan si pemimpin itu habis, tidak terjadi apa yang disebut dengan krisis kepemimpinan.

“Dalam pandangan saya, parameter dominan yang dipakai untuk menilai seorang pemimpin itu berhasil atau gagal, ya, pada faktor yang disebutkan tadi, yaitu seberapa banyak sang pemimpin di masa kepemimpinannya mampu mencetak kader-kader pemimpin baru, yang kelak diharapkan sebagai penyambung tongkat estafet kepempinan,” tandasnya.

Perspektif lain seperti pembangunan infrastruktur, ekonomi, sosial-budaya, dan lainnya, menurut Zulhendri, merupakan faktor pelengkap dari proses kaderisasi yang identik dengan pembangunan SDM (sumber daya manusia). “Kalau SDM suatu daerah sudah kuat dan kualifaid, maka seberat apapun tantangan pembangunan yang dihadapi diyakini akan bisa dicarikan jalan pemecahan yang terbaik,” tambahnya.

Ditanya bagaimana idealnya pembangunan Sijunjung ke depan, Zulhendri meminta para aparat pelaksana pemerintahan di Sijunjung untuk membuka diri dan mengajak semua kalangan dan komponen untuk berdialog dan bertukar pikiran. “Tidak saatnya lagi membangun daerah dengan mengandalkan kekuatan secara personal, karena sejatinya beban tersebut menjadi tugas dan tanggung jawab bersama,” tambahnya. (SYF Dt. Panji Alam "Tj Ampalu" bersama Tim RG)

Selasa, 26 Agustus 2014

FRA: Optimalkan Alokasi Satu desa Satu Milyar [Jangan Sampai Berurusan dengan KPK]


FRA berpose di sela kesibukannya menjadi jurnalis
“Persoalannya tinggal lagi sejauh mana semua pihak yang terlibat langsung dalam persoalan tersebut mampu memanfaatkan peluang yang ada, yang sebesar-besanya diabdikan untuk kemajuan daerah dan upaya mensejahterakan masyarakat.”


DIRENCANAKAN pada 2015 UU tentang Desa mulai diterapkan, yang implikasinya antara lain setiap desa di Indonesia akan mendapat alokasi anggaran Rp1 miliar/lebih per tahun yang sumber dananya diambilkan dari APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara).

Kebijakan tersebut merupakan sebuah peluang besar bagi nagari-nagari di Sumatera Barat (Sumbar)–terutama di Kabupaten Sijunjung, untuk membangun daerah, dan meningkatkan pemerataan pembangunan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Sebuah rambu-rambu agar seluruh wali nagari dan aparatnya di Sijunjung diberi bekal yang cukup dan matang dalam bidang pengelolaan keuangan, terutama dimaksudkan agar jangan sampai ada wali nagari dan aparatnya di Sijunjung yang berurusan dengan aparat penegak hukum lantaran kekeliruan dalam pengelolaan anggaran nagari.

“Dalam konteks persoalan seperti ini, peran Pemkab Sijunjung sangat diharapkan,” kata FRA salah seorang tokoh muda perantaun masyarakat Sijunjung di Pekanbaru Riau, yang akrab dengan sebutan Fadhlur. Ia menyarankan bahwa sebelum dana tersebut dialokasikan ke masing-masing nagari, para wali nagari dan aparatnya harus diberi bekal yang cukup tentang tata laksana pengelolaan keuangan yang sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.

Diakui Fadhlur, belakangan ini jajaran pemerintahan nagari di Sijunjung sebagian sudah ditempati oleh tokoh muda dengan bekal ilmu akademis yang cukup, termasuk juga jajaran aparat nagari. “Tapi saya pikir itu belum cukup,” katanya. “Para wali nagari dan aparatnya seyogianya mendapat bekal tambahan tentang tata cara pengelolaan keuangan yang sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku,” sarannya.

Sebab, menurutnya, kalau tidak diberi bekal yang cukup tentang tata cara pengelolaan keuangan, ia mencemaskan kalau-kalau nanti ada wali nagari dan aparatnya di Sijunjung yang terpaksa berurusan dengan aparat penegak hukum lantaran ketidakmampuan dalam mengelola keuangan. 

“Boleh jadi niatnya bukan untuk menyimpangkan, tapi kesalahan penatakelolaan juga terkadang bisa berimplikasi secara hukum,” katanya.

Baginya, pentingnya wali nagari dan aparatnya diberi bekal yang cukup tentang penatakelolaan keuangan tidak saja dimaksudkan agar para orang kepercayaan masyarakat itu bisa terlepas dari persoalan hukum. “Kita juga ingin dana yang cukup besar itu memberi manfaat yang luas, baik bagi kepentingan nagari maupun dalam upaya mensejahterakan masyarakat di masing-masing nagari,” terangnya.

“Ini merupakan kesempatan dan peluang yang besar untuk membangun nagari dan masyarakatnya lebih cepat lagi dari sebelumnya,” ia pun menambahkan. Dikatakan, kalaulah selama ini pembangunan nagari-nagari di Sumbar pendanaannya hanya bersumber dari DAUN (dana alokasi umum nagari) dari APBN kabupaten/kota, ditambah bantuan provinsi, UU Desa yang baru memberi peluang untuk terbukanya sumber pendanaan yang cukup besar bagi masing-masing nagari.

“Persoalannya tinggal lagi sejauh mana semua pihak yang terlibat langsung dalam persoalan tersebut mampu memanfaatkan peluang yang ada, yang sebesar-besanya diabdikan kemajuan daerah dan upaya mensejahterakan masyarakat,” katanya. “Jangan sampai ada pula yang berpikir bahwa momen tersebut merupakan peluang untuk memperkaya diri dengan cara-cara yang tidak benar,” tambahnya.(Tim RG)